Opini,
Profesionalisme Kader Partai yang Menjadi Pejabat Publik
Posted by Pasha Karya Mandiri
Published on Kamis, 21 Februari 2013
Kader Partai Merangkap Pejabat Publik
Pemilu
2014 akan berlangsung sekitar satu tahun lagi, partai – partai politik
tengah sibuk mempersiapkan kampanye dan strategi untuk pesta demokrasi
terbesar di Indonesia ini. Tidak terkecuali, anggota - anggota partai
yang tengah duduk sebagai pejabat publik pun ikut terlibat dalam urusan -
urusan partai, baik itu di eksekutif sebagai menteri maupun legislatif
sebagai anggota DPR maupun DPRD.
Bahkan tidak hanya itu, beberapa
saat yang lalu kita lihat Presiden Republik Indonesia pun harus ikut
campur tangan dan mengambil peranan besar untuk mengurusi partainya yang
tengah berada dalam masalah.
Jelas saja hal – hal semacam ini
menimbulkan kritik di tengah masyarakat, karena masyarakat jelas memilih
orang - orang untuk bekerja full time sebagai pejabat publik, bukan
sebagai pekerja sampingan selain sebagai pengurus partai. Jabatan publik
seharusnya diemban oleh orang – orang profesional, karena mereka
memiliki tugas penting yaitu membantu pemimpin negeri ini untuk
melaksanakan visi, misi dan program yang telah dicanangkan semasa
kampanye untuk kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, seorang kader
partai yang mendapatkan jabatan publik/birokrat seharusnya adalah
seorang kader yang profesional dalam kinerja, bukan hanya seorang pion
dalam urusan ‘pembagian kekuasaan’ semata saja.
Menyikapi masalah
ini, menurut saya harus ada aturan undang-undang partai politik yang
mengatur bahwa kader partai yang berada pada posisi pejabat publik oleh
presiden, maka dia tidak boleh memangku jabatan dalam struktur partai.
Sebab
jika kader partai sudah masuk di jabatan publik tetapi tidak
meninggalkan jabatannya, ini sebenarnya akan menjadi dilema bagi pejabat
tersebut karena bagaimanapun juga, pejabat kemanapun dia akan pergi
termasuk untuk kampanye ataupun rapat partai maka protokoler sebagai
pejabat akan tetap mengikuti.
Waktu Kerja Pejabat Publik, Cuti dan Absensi
Sementara
itu, jika seorang pejabat yang merangkap kader partai berdalih dengan
alasan mampu membagi waktunya, hal itu jelas bukan sesuatu yang mungkin
dilakukan dengan enteng, karena seorang pejabat publik dituntut untuk
bekerja selama 24 jam per hari oleh rakyat.
Sebetulnya bisa saja
pejabat publik mengambil cuti untuk mengurusi hal – hal di luar
jabatannya, termasuk urusan partai. Masalahnya adalah urusan cuti ini
pun tidak sederhana, belum ada peraturan yang jelas mengenai aturan cuti
bagi pejabat publik. Contohnya saja, saat ini dua calon gubernur di
Jawa Barat yang merupakan incumbent, yaitu Aher dan Dede Yusuf mengambil
cuti guna melaksanakan kampanye, tapi kan tidak semua incumbent
melakukan itu, padahal sama – sama kampanye.
Di luar isu soal
kehadiran, masalah cuti ini pun menyisakan pertanyaan – pertanyaan lain,
misalnya apakah selama si pejabat cuti posisi jabatan tesebut kosong?
Apakah pejabat sementara atau dengan menunjuk pejabat lain?
Saya
rasa urusan absensi dan cuti dari pejabat publik ini perlu mendapat
perhatian khusus, mulai dari harus adanya undang – undang yang jelas
mengenai aturan absensi dan cuti sampai kalau perlu diadakan sebuah
sistem untuk mempublikasikan secara transparan rapor absensi pejabat
publik kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu seberapa besar
komitmen pejabat publik yang mereka tunjuk bekerja untuk mereka
dibanding komitmennya kepada partai ataupun bisnisnya.
Modernisasi Partai dan Sistem Pengkaderan
Tentu
saja masih ada isu lain yang tidak dapat dipungkiri, yaitu bahwa
biasanya kader partai yang sukses menjadi seorang pejabat publik,
biasanya juga adalah kader – kader terbaik partai. Namun masalah ini
sebetulnya terjadi karena sistem kepartaian kita saat ini masih lemah.
Partai seharusnya berdiri di atas sistem yang solid, bukan bergantung di
pundak satu atau orang kader yang menjadi patron di dalam partai
tersebut saja. Sistem pengkaderan di dalam partai harus diperbaiki,
paradigma bahwa partai mencari kader berkualitas harus diubah menjadi
partai mencetak kader berkualitas.
0 komentar
Tulis Komentar Anda